Sunday, October 20, 2019

Bersedihlah Secukupnya

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka”. Kalimat tersebut dalam satu minggu terakhir sering sekali muncul dalam hidup saya. Entah lewat diskusi umum, ceramah, atau sekadar lewat di linimasa sosial media. Sampai akhirnya saya hadir pada sebuah diskusi kemarin sore yang membahas tentang “cinta dan benci”.

Pertama-tama, mari kita ubah kalimat di atas, dari “cinta dan benci” menjadi “suka dan tidak suka”. Kenapa? Karena jika saya membagi dua hal di atas ke dalam sebuah spektrum kiri (cinta) dan kanan (benci), maka keduanya punya titik muara yang sama yaitu: ketidakseimbangan. Mari kita bahas satu-persatu. 


Secara bahasa, cinta berarti suka sekali/sangat suka. Pernah dengar istilah: “kalau cinta sudah melekat, tai kucing pun rasa coklat”? Hal itu benar adanya. Cinta terkadang memang sering membunuh logika. Hal-hal di luar nalar pun senantiasa terjadi dengan berlandaskan cinta. Poinnya, cinta itu mempersempit objektivitas kita terhadap sesuatu. Pertanyaannya, salahkah cinta? Tentu saja tidak. Dunia ini butuh cinta. Keluarga, lingkungan, juga butuh cinta. Tapi terkadang kita memang harus bijak dalam menempatkan cinta, karena ada hal dalam ujung spektrum kiri ini yang bahkan mampu menghapus objektivitas terhadap sesuatu. Ialah cinta buta. Pilpres tahun ini saya rasa bisa jadi contoh seberapa bahayanya cinta buta. 

Mari beranjak ke spektrum kanan. Di ujung spektrum kanan ini ada kata benci. Secara bahasa, benci berarti sangat tidak suka. Untuk itu di paragraf awal saya lebih cenderung ingin menggunakan kalimat “tidak suka” ketimbang “benci”. Saat seseorang berada di posisi benci, perspektif kita hanya akan dibagi menjadi dua: pertama, melihat sesuatu sebagai ancaman yang berbahaya, kedua, melihat sesuatu sebagai saingan. Beda halnya ketika berada di posisi tidak suka. Perspektif yang kita bentuk akan lebih cenderung ke waspada. Di titik tidak suka ini, masih ada kemungkinan perspektif kita berubah ke suka, atau bahkan bisa sampai ke tahap cinta.

Jadi mari kita ubah cara pandang kita, terutama pada bagian spektrum kanan, yakni benci. Mulai detik ini juga mari kita mulai mengubah kata “benci” menjadi “tidak suka”. Terlebih khusus saat kita mengintrospeksi diri. Tidak suka terhadap apa yang kita lakukan, tidak suka terhadap pencapaian kita saat ini, tidak suka dengan diri kita saat ini, boleh-boleh saja. Di posisi ini, diri kita memberi sinyal hati-hati bahwa ada hal dari dalam diri kita yang harus diperbaiki. Beda saat kita mengintrospeksi diri dengan perasaan benci. Jatuhnya kita hanya akan melihat diri kita sendiri dengan niat untuk merugikan, menyulitkan, atau bahkan mencelakakan. Intinya kita hanya akan melihat diri kita sendiri sebagai musuh yang harus dikalahkan. Jadi untuk itu, jangan pernah membenci diri kita sendiri.

Entahlah, mungkin ini terdengar keluar dari topik pembahasan. Tapi menurut saya pribadi, hal terburuk saat kita membenci diri kita sendiri adalah perasaan depresi. Maka dari itu, silakan menangis, silakan bersedih, silakan merasa jatuh, itu normal, tapi tolong secukupnya saja. Karena di depan masih ada detik yang harus dilalui, masih ada diri yang perlu diperbaiki, masih ada harapan yang harus diraih. Jangan benci diri sendiri, jangan sakiti diri sendiri, dengan begitu akan ada kemungkinan bahwa kita tidak akan menyakiti mahluk yang lain.

Akhir kata, tulisan ini saya buat sebagai pengingat saya pribadi. Jadi semua hal yang ada di dalamnya juga hanya berdasarkan asumsi. Beruntung jika bisa berguna bagi orang lain. Saya sadar pemaknaannya memang tak sesederhana mengetik kalimat-kalimat di atas. Tapi percayalah, saya berusaha menulis ini dalam keadaan berempati. Karena sedikit-banyaknya, saya juga merasakan bahwa semakin bertambahnya usia, kompleksitas masalah juga akan semakin rumit. Jadi, sebelum kita mengubah hal-hal besar, mari mulai sekarang kita mulai mengubah cara pandang kita terhadap diri kita sendiri, biar nanti kedepan, Sang Maha akan dengan lapang mengubah nasib kita sesuai dengan apa yang kita inginkan.

No comments:

Post a Comment