Saat matahari akan menutup harinya,
waktu sore pun habis ditelan gelapnya malam, bersamaan dengan itu, hujan pun
turun membasahi bumi pada waktu itu. Saya dan ayah saya sedang jalan-jalan
kesalah satu toko buku yang berada di Kota Manado, Sulawesi Utara. Kami berdua
tidak bisa kembali ke rumah karena hujan pada saat itu tidak memungkinkan untuk
kami melakukan perjalanan. Sembari menunggu, kami membaca buku yang telah kami
beli ditoko buku tadi. Terlihat dijalanan hujan sudah mulai reda, kami pun
bersiap untuk melanjutkan perjalanan kembali kerumah. Langkah ku seketika
terhenti melihat sesosok bapak-bapak yang menggunakan tongkat sebagai alat
untuk menunjuk jalan. Ya, bapak itu adalah seorang tuna netra. Setelah
hujan reda, ia keluar dari tempat berteduhnya secara tertatih-tatih. Ia
kesulitan menemukan jalan keluar karena pengelihatannya yang kurang sempurna.
Didepan toko buku pun terlihat tukang parkir, satpam dan beberapa ojek payung yang sedang mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Ada pula beberapa orang yang
sedang mencari angkot, untuk media transportasi mereka pulang kerumah. Tapi tak
satu pun dari mereka yang mencoba membantu bapak— yang tuna netra tadi untuk
berjalan menuju keluar dari toko buku. Beliau pun berusaha sendiri agar bisa
keluar dari toko buku tersebut. Terlihat dari kejauhan, beberapa mobil sedang
masuk ke toko buku untuk parkir. Sang bapak—tuna netra tadi pun hampir menabrak
mobil yang ingin masuk ke toko buku itu, tapi lagi dan lagi, tak satu pun dari
mereka yang mencoba menolong beliau. Mereka hanya sibuk dengan urusan mereka
masing-masing. Terlihat bapak tersebut berdiri ditepian jalan, nampaknya beliau
sedang bingung. Saya pun berlari dari kejauhan dan menghampiri bapak tersebut.
Saya bertanya “bapak mo menyebrang jalan ?” sang bapak pun menjawab “oh, nyanda
de’, kita mo dola oto for pulang”. Saya pun menawarkan diri untuk membantu
mencarikan angkot untuk sang bapak.
Friday, January 18, 2013
Monday, January 14, 2013
Gamers juga bisa romantis
Terkadang kebanyakan orang sering memandang sebelah mata para gamers. Mereka
menganggap bahwa orang yang suka bermain game itu cenderung pemalas dan tidak romantis.
Tentu saja semua itu tidaklah benar. Semuanya tergantung kepada pengguna game
itu sendiri, apakah dia memang maniak, atau hanya sekedar menghilangkan
kepenatan setelah habis bekerja/belajar seharian penuh. Saya saja sempat
menjadi maniak game, kodrat hari pun saya putar, siang jadi malam dan malam
jadi siang. Disaat malam saya full bermain game dan pada waktu siang, saya
habiskan untuk tidur. Hal seperti ini yang sering dinilai kebanyakan orang
bahwa, seorang gamers itu adalah pemalas. Tapi sekali lagi saya tegaskan, semuanya
tergantung pada pengguna game itu sendiri . Apakah dia memilih untuk menjadi
seorang maniak atau hanya sekedar bermain game untuk menghilangkan rasa bosan.
Diatas tadi gue sempat nyinggung kalo banyak yang bilang bahwa gamers itu tidak romantis. Memang mereka lebih banyak berhadapan dengan monitor ketimbang berhadapan dengan cewek, tapi bukan berarti itu menjadi acuan untuk menilai bahwa mereka tidaklah romantis. Buat yang pengen liat kalo gamers itu bisa romantis, nih, gue kasih penggalan-penggalan tweet dari gue tentang #bhinekatunggalDOTA.
Buat yang pengen tau apa itu #bhinekatunggalDOTA, nih gue jelasin :Jadi Indonesia itu sama kayak dota, berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Tentu saja tujuan (dota) yang saya maksud disini adalah The World Tree/The Frozen Throne. Berhubung salah satu tujuan Indonesia adalah ingin mensejahterakan rakyat, maka gue berencana untuk mensejahterakan rakyat Indonesia (terutama remaja) dari penyakit galau. So, gue pake aja hestek #bhinekatunggalDOTA diakhir tweet-tweet gue. Pengen liat tweetnya ? Langsung saja disimak beberapa tweet berikut ini :
Subscribe to:
Posts (Atom)